Jarak: maukah kau berbaik hati?





Jarak, sering diartikan sebagai pemisah. Bisa bermakna sesuatu yang dapat diukur dengan satuan panjang, tetapi dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang kasat mata dan hanya bisa dirasakan oleh hati. Hampir setiap orang pernah mengalaminya..

Mana yang lebih menyiksa dan menyakiti?

Bagiku, keduanya..

Jarak tidak lah jahat. Dia mampu berbaik hati memberikan makna lain bagi orang tertentu yang mampu menafsirkannya dengan hati dan mampu menjodohkan jarak dengan ikhlas. Meski terkadang keduanya tidak begitu mudahnya untuk berjodoh.

Ketika jarak sudah menghampirimu, hanya ada dua hal yang mampu kamu lakukan. Menjodohkannya dengan ikhlas, atau menyibukkan diri berusaha untuk bersikap cuek dengan kedatangannya.

Namun, seperti yang sudah aku katakan, menjodohkan jarak dengan ikhlas bukan lah suatu perkara mudah. Layaknya menjodohkan dua insan manusia yang masing-masing memiliki ego yang berbeda, pun demikian dengan jarak dan ikhlas. Butuh perjuangan dan pengorbanan berat hingga akhirnya usahamu membuahkan hasil. Ketika ikhlas dan jarak telah menyatu, justru jarak akan berbaik hati padamu. Dia akan pergi meninggalkanmu sesekali dan akan memberikanmu waktu untuk merasakan kebebasanmu. Buah dari usaha dan keikhlasanmu. Bukan kah kamu memang pantas mendapatkannya setelah semua perjuangan yang telah kamu lakukan?

Jarak mungkin memang terkadang baik justru dengan meninggalkanmu. Namun, siapa yang tidak akan marah ketika kamu bersikap cuek? Begitu pun dengan jarak. Dia akan marah dan semakin menghantui pikiranmu. Ketika kamu mulai cuek dan menyibukkan diri dengan hal lain, justru dia akan datang dan membayangi setiap waktu luang yang kamu miliki. Bukan saran, hanya memberikan alternative solusi, ketika hal tersebut mulai terjadi maka tidak banyak yang mampu kamu lakukan kecuali mencoba untuk “membunuh” sang waktu untuk menemui sang waktu sampai jarak pun berbaik hati untuk benar-benar pergi meninggalkanmu… dan dia… sosok yang sama-sama ditemani jarak yang sama yang menemanimu…


-10 Agustus 2019-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Seorang Pendidik (1)

Hakikat Proses Belajar Dalam Filsafat

Menulis Tanpa Membaca