Hakikat Proses Belajar Dalam Filsafat




Oleh: Eny Sulistyaningsih (P. Mat A_14709251086)
(Terinspirasi oleh perkuliahan Filsafat Ilmu
Bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A pada hari Kamis, 9 Oktober 2014)

Proses belajar merupakan kebutuhan dasar dari setiap manusia,  termasuk belajar segala hal dalam kehidupan sehingga membuat kehidupan menjadi lebih baik. Setiap manusia tentunya memiliki catatan perjalanan kehidupannya tersenidiri terutama dalam hal perjalanan belajarnya. Proses belajar yang dilakukan sepanjang hayat dapat diibaratkan sebagai perjalnan seorang perenang yang berusaha dengan sungguh-sungguh mengarungi samudra luas dengan berenang. Samudra luas dapat diibaratkan sebagai ilmu pengetahuan yang tidak terbatas jumlahnya. Perenang tersebut akan terus berenang dari tepi pantai sampai tujuannya nanti. Dikarenakan dalam sebuah samudra tidak ada batas tepi maksimal, begitu juga dengan ilmu pengetahuan, maka perenang tersebut atau pencari ilmu pengetahuan hanya akan sampai pada batas maksimum kehidupannya. 
Luasnya ilmu pengetahuan sebanding dengan luasnya dunia yang tidak memiliki batas tepi maksimal. Oleh karena itu, manusia pun dengan keterbatasannya tidak akan mampu melihat seluruh kehidupan di dunia ini, tetapi manusia dapat melihat dunia pada pikirannya. Luasnya pikirannya dapat menggambarkan luasnya dunianya. Menurut Imanuel Kant, jika manusia ingin melihat dunia, maka lihatlah pada pikiran manusia itu sendiri. Dalam proses mencari ilmu, luasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki juga dapat dilihat dari pikiran manusia. Namun, ada suatu pernyataan bahwa pengalaman adalah guru terbaik, yang berarti bahwa dalam pengalaman itu terdapat pembelajaran-pembelajaran serta ilmu dalam kehidupan. Oleh karena itu, secara garis besar ada dua pendapat dalam proses mencari ilmu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa saat kita menggunakan pikiran maka kita telah berpikir secara rasionalisme, dan pendapat yang mengatakan bahwa saat kita menggunakan pengalaman kita maka disebut sebagai empirisme. 
Saat kita berusaha untuk mempelajari sesuatu, maka tentunya akan ada perubahan yang terjadi, perubahan ke arah yang lebih baik. Tetapi seorang tokoh filsafat bernama Permenides menyatakan bahwa tidak ada hal yang berubah di dunia ini, semuanya bersifat tetap. Hal tersebut juga berlaku pada proses pembelajaran ilmu baru. Namun, filsuf lain bernama Heraclitos menyatakan hal yang sebaliknya, yaitu tidak ada suatu hal pun yang bersifat tetap, karena segala sesuatu itu berubah. Hal inilah yang sesuai dengan keadaan dimana seseorang sedang dalam proses belajar selama masa kehidupannya.
Perbedaan-perbedaan dalam filsafat tentang proses belajar dan mencari ilmu tidak hanya terjadi pada Permenides maupun Heraclitos, tetapi juga seorang filsuf bernama David Hume yang menyatakan bahwa tidak ada ilmu kalau tidak berdasar pada pengalaman. Hal ini berarti bahwa saat seseorang memiliki pengalaman suatu hal berarti orang tersebut juga telah mendapatkan ilmu baru. Seperti pepatah yang menyatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik.  Disisi lain, filsuf bernama Descrates menyatakan hal yang berbeda, yaitu tidak ada ilmu kalau tidak berdasar rasio. Rasio bersifat analitik atau konsisten, yang berarti terdapat identitas di dalamnya, sedangkan penglman bersfat sintetik yang terdapat kontradiksi karena tidak ada sesuatu yang persis sama kecuali Tuhan. Sesuatu yang persis sama, aku sama dengan aku, hanya benar jika masih ada di dalam pikiran.
Menurut Imanuel Kant, relasi antara rasio dan pengalaman dapat dibedakan menjadi beebrapa macam, seperti analitik apriori yang berarti ada di dalam pikiran kita tetapi tidak ada dalam pengalaman; analitik aposteriori yang berarti tidak jalan karena keduanya saling bertentangan; dan  sintetik apriori yang berarti bahwa ada penglaman dan ada logika. Ilmu matematika sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat  sintetik apriori yaitu berarti bahwa matematika dibangun di atas pengalaman dan juga menggunakan logika. Karena pengalaman menghasilkan intuisi (intusionisme) dan penggunaan logika (logisisme) menghasilkan rasio. Intuisi juga menghasilkan kategori (kategorisisme) karena ada pikiran logis sehingga mampu memaknai pengalaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

International Perspective on Developing Method to Uncover Psychological Phenomena of Learning Mathematics

Freelance, why not?

DIRGAHAYU INDONESIA (Makna Kemerdekaan Untuk Semua)