Gejala Kejiwaan Siswa Belajar Matematika




Abstrak
Gejala kejiwaan seorang siswa belajar matematika dapat dilihat dari tingkah laku serta tindakan yang dilakukannya. Berbagai gejala siswa dalam mempelajari matematika diantaranya yaitu pengindraan (sensasi) dan persepsi, memori, berfikir, intelegensi, motivasi, individual, kelompok, dan kontekstual. Dengan diketahuinya gejala siswa tersebut diharapkan akan adanya feedback dari pihak lain seperti para pendidik sehingga akan tercapai suatu hasil pembelajaran yang maksimal pada peserta didik tersebut.
kata kunci: gejala jiwa, pengindraan (sensasi) dan persepsi, memori, berfikir, intelegensi, motivasi, individual, kelompok, dan kontekstual.
I.         Pendahuluan
Psikologi pembelajaran matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang gejala jiwa seseorang dalam mempelajari matematika, tidak hanya pada pendidik tetapi juga pada peserta didik/siswa. Gejala jiwa pada seorang siswa dapat terlihat dari perilakunya. Gejala jiwa tersebut juga dapat mengindikasikan bagaiamana siswa belajar matematika dan sejauh mana kemampuannya dalam mempelajari matematika. Ada banyak gejala jiwa yang muncul dalam mempelajari matematika. Semakin cepat gejala jiwa tersebut terdeteksi dan mendapatkan feedback maka semakin besar kemungkinan kemampuan siswa tersebut dapat dikembangkan.
II.      Gejala Siswa Belajar Matematika
Dalam mempelajari matematika, terdapat berbagai gejala jiwa pada seorang siswa yang dapat diamati dan diberikan feedback sehingga kemampuan atau potensi siswa dapat maksimal. Gejala jiwa tersebut diantaranya yaitu :
a.       Pengindraan (sensasi) dan Persepsi
Perilaku manusia diawali dengan adanya pengindraan atau sensasi. Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indra manusia. Setelah stimulus masuk ke alat indra manusia, maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak untuk menerjemahkan kemampuan tersebut disebut persepsi. Suatu stimulus dapat diindra dengan baik dengan syarat:
Ø   ukuran stimulus yang cukup besar
Ø   alat indra yang sehat
Ø   adanya perhatian manusia untuk memperhatikan stimulus disekitarnya
Apabila dilihat dari sudut pandang pengamatan, Sumadi (1990) menyatakan bahwa aspek pengaturan pengamatan dapat dibedakan menjadi sudut pandang ruang, sudut pandang waktu, sudut pandang Gestalt (melihat secara keseluruhan), dan sudut pandang arti.
Dalam hal mempelajari matematika, pengindraan dan persepsi dapat terjadi saat pendidik atau guru memberikan suatu materi dan penjelasan tentang matematika. Saat itu siswa melihat dan mendengar penjelasan dari guru sehingga terjadi suatu proses pengindraan dan persepsi.
b.      Memori
Memori merupakan aktivitas yang berhubungan  dengan masa lalu (Walgito, 1997). Memori dipandang memiliki tiga tahapan yaitu memasukan pesan dalam ingatan, menyimpan pesan yang sudah masuk, dan memunculkan kembali informasi tersebut. Berdasarkan jangka waktunya, memori dibedakanmenjadi tiga:
Ø    Memori jangka pendek
Hanya bertahan 15-30 detik, dan kapasitas memori jangka pendek berkisar antara 7 digit (7±2 digit)
Ø    Memori kerja
Memori kerja dapat menyimpan data beberapa menit hingga beberapa jam dan memberi waktu yang cukup untuk secara sadar memproses, melakukan refleksi, dan melaksanakan suatu kegiatan berfikir.
Ø    Memori jangka panjang
Memori ini cenderung menetap atau permanen, dan bertahan dalam beberapa bulan, tahun, bahkan seumur hidup.
Dalam pembelajaran matematika memori sangat mempengaruhi ketercapaian prestasi siswa. Pada hakikatnya, mempelajari matematika bukan sekedar menghafal rumus tetapi memahami bagaimana rumus itu terbentuk dan memahami bagaiman aplikasinya.
c.    Berfikir
Berfikir merupakan suatu proses mental yang bertujuan memecah masalah. Berfikir meliputi komponen pokok yaitu aktifitas kognitif, melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan, dan diarahkan untuk menghasilkan perbuatan pemecahan masalah. Dalam pembelajaran matematika, berfikir menjadi hal yang sangat penting, karena pemecahan masalah dalam matematika didasarkan pada logika. Saat guru memberikan suatu persoalan matematika, maka siswa tersebut harus berfikir menggunakan logikanya untuk mendapatkan pemecahan masalahnya.
d.   Intelegensi
Intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri (Tyler  1956, Wechsler 1958, Sorenson 1977). Intelegensi sebagai kemampuan untuk belajar (Freeman 1971, Flyn 1996). Intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir abstrak (Mehrens 1973, Terman 1983, Stoddard 1996). Berbagai pandangan mengenai makna intelegensi di atas seringkali diabaikan dan lebih menegaskan bahwa intelegensi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan seseorang. Intelegensi seseorang dapat diketahui dengan diadakannya suatu tes, yaitu tes IQ yang banyak menggunakan konsep matematika dan menuntut siswa berfikir secara logika.
e.     Motivasi
Siswa akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai
motivasi. Implikasinya : Guru memberi kegiatan yang menyenangkan,
menantang, yang memberi harapan, yang dihargai keberhasilannya.
Guru tidak hanya sebatas memberikan materi pelajaran matematika tetapi guru juga berperan sebagai motivator agar siswanya memiliki motivasi tinggi dan aktif belajar.
f.     Individual
Siswa mempelajari matematika dengan caranya sendiri. Impilkasinya : Siswa belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda,
guru harus tahu kekurangan dan kelebihan siswa
. Sehingga guru tidak bisa memaksakan suatu konsep tertentu pada siswa karena siswa pun memiliki kreativitas tersendiri dalam mempelajari suatu permasalahan matematika dengan hasil akhir yang sama.
g.    Kelompok (Bersama)
Siswa mempelajari matematika baik secara mandiri maupun
kelompok. Implikasinya : Guru memberikan kesempatan belajar
secara mandiri atau kelompok, melatih kerjasama, mengajarkan cara
mempelajari matematika.
h.    Kontekstual
Siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam
mempelajari matematika. Impilkasinya : Guru menyediakan media
pembelajaran yang diperlukan.
Dengan adanya beberapa jenis media pembelajaran yang digunakan diharapkan siswa tidak mengalami kejenuhan dalam mempelajari matematika.
Penjelasan di atas telah menjelaskan berbagai gejala siswa dalam mempelajari matematika termasuk teori menurut Ebutt dan Straker. Dalam pembelajaran matematika dibutuhkan peran seorang pendidik (guru) untuk mengetahui dan mengembangkan gejala siswa yang muncul sehingga tercapai hasil yang maksimal. Karena pada dasarnya suatu proses pembelajaran siswa khususnya di bidang matematika diawali dengan suatu hal yang konkrit. Kemudian dilanjutkan dengan  pembuatan skema, modeling sampai pada tahap terakhir yaitu formal.
III.   Penutup
Gejala jiwa seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan gejala siswa dalam mempelajari matematika. Saat seorang pendidik/guru melihat indikator-indikator adanya gejala siswa tersebut diharapkan guru mampu ikut berperan dalam meningkatkan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa karena suatu keberhasilan siswa dipengaruhi oleh berbagai hal salah satunya adalah turut sertanya pendidik.
IV.   Daftar Pustaka
Marsigit. 2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities.

Sugihartono. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. UNYPress.

____. 2011. Karakteristik Siswa dalam Belajar Matematika, (online), http://sharingkuliahku.wordpress.com/category/karakteristik-siswa, pada hari Kamis, 12 Januari 2012, pukul 07.00).




Komentar

Postingan populer dari blog ini

International Perspective on Developing Method to Uncover Psychological Phenomena of Learning Mathematics

Freelance, why not?

DIRGAHAYU INDONESIA (Makna Kemerdekaan Untuk Semua)