The Nature of Mathematics and Mathematics Learning

Dalam kehidupan selalu diikuti sisi positif dan negatif, suka dan duka, serta hal lain yang memiliki sisi baik dan buruk. Hal tersebut dikarenakan dalam hakikatnya, hidup adalah untuk saling menerjemahkan. Menerjemahkan dari sudut pandang positif maupun negatif, dan menerjemahkan dari berbagai dimensi yang ada dalam suatu masyarakat. Suatu masyarakat pasti terdiri dari berbagai dimensi individunya. Dimensi digambarkan bagaimana individu tersebut mengetahui hukum-hukum atau sifat-sifat dan mampu mengimplementasikannya. Dimensi selalu terikat ruang, waktu, dan tempat. Seseorang harus mengetahui dimana dia berada, kapan, dan dengan siapa dia berinteraksi untuk mengetahui dimensi dia sendiri. Sebagai contoh, seorang anak yang berada di rumahnya dan sedang berinteraksi dengan adiknya, dimensinya adalah sebagai seorang kakak yang memiliki kewajiban untuk menjaga dan memeberi contoh yang baik pada adiknya. Sedangkan saat dia berada di sekolah dan berinteraksi dengan gurunya, dia sebagai seorang siswa yang memiliki kewajiban untuk belajar. Meskipun dimensi seseorang memiliki kemungkinan untuk selalu berubah-ubah, tetapi dimensi tertinggi dalam kehidupan ini adalah dimensi kuasa Tuhan. Berbicara mengenai dimensi dan matematika, keduanya memiliki hubungan yang mungkin beberapa orang tidak menyadarinya. Dimensi dalam matematika adalah meliputi segala hal yang ada pada matematika.
Tidak hanya matematika yang memiliki dimensi, tetapi dimensi dimiliki oleh semua pengetahuan. Ilmu pengetahuan diperoleh dengan adanya suatu pemikiran (akal) dan adanya pengalaman. Dalam suatu teori yang dikemukakan oleh Imanuel Kant, sifat dasar dari suatu pengetahuan (termasuk matematika) yaitu:
a.    Representation (Gambaran)
Representasi didapatkan dari pengalaman-pengalaman yang sudah dialami sebelumnya. Dari pengalaman tersebut akan terekam oleh otak sehingga seseorang akan mampu untuk menceritakan kembali apa yang pernah dilihatnya meskipun orang tersebut tidak melihat lagi secara langsung objek yang diceritakan.  
             b. Perception (Persepsi)
Persepsi merupakan suatu proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasikan stimulus yang masuk dalam alat indra. Pada hakikatnya banyak stimulus yang ada, tetapi hanya stimulus yang memiliki syarat yang dapat diindra. Syaratnya yaitu stimulus tersebut memiliki ukuran yang cukup besar, alat indra sehat, serta adanya perhatian manusia untuk mengamati stimulus tersebut. Dalam psikologi pembelajaran matematika, persepsi dapat diartikan sebagai suatu kesiapan. Seorang individu yang akan optimal dalam berfikir adalah individu yang siap dan menyiapkan diri. Objek yang diamati dalam hal ini adalah objek yang dapat dilihat atau dirasakan dalam suatu pengalaman (fenomena) dan objek yang tidak terlihat (noumena).      
            c.    Knowledge (Pengetahuan)
Suatu pengetahuan didapat dari adanya kombinasi representasi (gambaran) dan persepsi (anggapan).  pengetahuan juga merupakan suatu hasil dari adanya suatu pengalaman dan pemikiran.
            d.    Concept (Konsep)
Berdasarkan sumber wikipedia, konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Dalam hubungannya dengan pengetahuan, konsep merupakan suatu susunan atau rangkaian pemetaan dari pengetahuan itu sendiri.
           e. Pure (Kemurnian)
Kemurnian atau keabsahan suatu ilmu pengetahuan merupakan salah satu hakikat dari adanya ilmu pengetahuan. Hal itu karena suatu ilmu pengetahuan merupakan suatu hal yang pasti dan sudah tidak diragukan kebenarannya. 
f.  Judgment (Pertimbangan)
Ilmu pengetahuan tidak hanya berasal dari suatu pengetahuan subjektif atau dari seorang individu saja, tetapi dapat juga merupakan suatu keputusan dari beberapa ahli/ilmuwan. Ilmu pengetahuan yang bersifat dinamis seiring berjalannya waktu memiliki kemungkinan untuk selalu berkembang dengan adanya penemuan-penemuan terbaru dari berbagai pihak.

       Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. oleh karena itu, pengenalan matematika haruslah dikenalkan pada anak sejak usia dini dengan permodelan dan contoh-contoh permasalahan matematika yang konkrit/realistik yang ada dalam keseharian. Suatu pendekatan matematika yang bersifat realistik dapat dilihat dari “iceberg” (gunung es) dengan skema sebagai berikut

 
Dari gambar di atas, diketahui bahwa suatu permodelan matematika dalam pendekatan realistis, matematika hanya terlihat sebagai suatu ilmu yang bersifat formal. Hal itu dikarenakan matematika yang bersifat permodelan, skema, serta sifatnya yang konkrit masih terhalang atau jarang dilihat oleh para pendidik matematika. Kesalahan pembelajaran matematika yang hanya mengenalkan matematika yang bersifat formal ini yang menyebabkan sebagian peserta didik menganggap matematika sulit dan menakutkan. Pembelajaran matematika yang disampaikan dari sifatnya yang konkrit, pembuatan suatu skema, serta adanya suatu permodelan dapat memberikan makna yang berbeda pada peserta didik.
Pembelajaran matematika tidak terlepas dari hakikat hidup yang sebenarnya karena pembelajran matematika sangat erat kaitannya dengan kehidupan. Adapun hakikat hidup ada dua yaitu “lurus”  yang berarti bahwa dalam menjalani kehidupan ini hendaknya selalu positif thinking (berfikiran positif), dan “melingkar” yang berarti adanya suatu rotasi waktu, sebagai contoh adanya rasa optimis dalam diri untuk dapat menikmati indahnya dunia ini esok hari. Adanya kombinasi antara kedua hakikat hidup di atas, membentuk sebuah spiral yang menurut para ahli spiral tersebut merupakan suatu jejak bumi ini.  
Matematika yang sering dianggap sebagai suatu pelajaran yang sulit dan menakutkan, sebenarnya tergantung pada bagaimana pendidik menyampaikannya serta tidak kalah penting adalah bagaimana kesiapan peserta didik menerimanya. Bagi peserta didik yang memiliki kesiapan tinggi dalam pembelajaran matematika, peserta didik tersebut tidak akan menganggap mempelajari matematika adalah suatu bencana. Namun, bagi beberapa peserta didik yang tidak memiliki persiapan dalam pembelajran matematika, peserta didik tersebut akan merasa seperti mendapatkan suatu bencana setiap kali mempelajari matematika. Secara teori, hakikat dalam pembelajran matematika atau hal dibalik fenomena matematika tersebut adalah “abstraksi” yaitu menganggap matematika dari hal-hal yang dianggap penting dan hal yang sungguh ingin dipelajari saja; dan “idealisasi” yaitu adanya anggapan sempurna semua hal yang ada dalam matematika, sebagai contoh sebenarnya di dunia ini tidak ada benda yang benar-benar bersifat lancip karena setiap ujung benda tersusun dari atom-atom yang tidak lancip, tetapi hal tersebut dianggap sempurna lancip dalam pembelajaran matematika.
Tidak banyak orang mengetahui asal-usul dari pembelajaran matematika yang sudah sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Ernest (1991), suatu siklus asal-usul pembelajaran matematika adalah:

 
Dari bagan di atas, dapat diketahui bahwa suatu pembelajaran matematika berawal dari suatu konsep baru yang kemudian menjadi suatu pengetahuan objektif, menjadi suatu gambaran (representasi) tersendiri, kemudian pembentukan/perumusan (reformulation) sehingga membentuk konsep terbaru dan kemudian menjadi suatu pengetahuan subjektif. Setelah demikian, pengetahuan subjektif tersebut dipublikasikan pada orang lain yang kemudian akan mendapatkan respon dengan adanya kritikan. Siklus pembelajaran matematika tersebut terus menerus berjalan tanpa melewatkan suatu tahap. Siklus pembelajaran matematika tersebut akan berjalan apabila ada interaksi sosial dari berbagai pihak terkait karena interaksi sosial tersebut yang mendasari adanya suatu komunikasi.


Daftar Pustaka
Marsigit. 2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities.

Sugihartono,dkk.. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Seorang Pendidik (1)

Hakikat Proses Belajar Dalam Filsafat

Menulis Tanpa Membaca